Aisyiyah di Camba, Partisipasi Perempuan Dalam Pendidikan dan Kesehatan
Komentar

Aisyiyah di Camba, Partisipasi Perempuan Dalam Pendidikan dan Kesehatan

Komentar

Terkini.id, Gowa – Siang usai duhur, saya duduk termagu. Menyaksikan pemandangan menguningya sawah. Saya memandang dan juga bergumam “sedikit lagi petani akan panen”.

Panorama itu di Tajo, Desa Sawaru, Camba, Maros.

Beranjak menuju kendaraan, saya sekali lagi termagu. Ada bangunan di sisi utara masjid begitu rapi. Sementara bangunan lainnya di sisi selatan, sudah mulai keropos. Bahkan atapnya mulai berlobang dan bahkan tidak diperbaiki.

Bangunan sisi utara adalah Taman Kanak-kanan Aisyiyah Busthanul Athfal.

Bahkan, lembaga kalaulah tidak dikatakan sebagai sekolah, sepenuhnya adalah institusi pra sekolah. Bahkan Kemendikbudristek menamakannya satuan pendidikan anak usia dini.

Baca Juga

Ingatan saya tertuju ke Puang Bau, panggilan allahuyarham Andi Nurhayati Baddare Situru. Prakarsa dan penggagas adanya TK ABA yang ada di Balle. Tak sia-sia beliau menyandang kata Baddare Situru di belakang namanya.

Baddare Situru, arung Sawaru yang juga pejuang kemerdekaan nasional. Kalaulah ayahandanya turun ke medan perang, maka Puang Bau justru mengisi kemerdekaan dengan menyediakan akses pra sekolah bagi anak-anak sampai ke pelosok Camba.

Padahal, Tajo ini bukanlah ibukota kecamatan. Namun, semangat dan juga kepionirannya sehingga memungkinkan anak-anak di dusun sekalipun dapat saja menerima didikan pembelajaran dalam bentuk taman bermain.

Dari 14 taman kanak-kanak, 10 diantaranya dikelola Aisyiyah. Tersebar dari Cempaniga, sampai ke Tollu dan Tajo di Sawaru. Juga Patanyamang, Matajang, Timpuseng, Mario, dan Ujung. 

Semua ini dapat terselenggara dikarenakan salah satunya kehadiran perempuan. Melalui wadah persyarikatan Aisyiyah itulah kemudian melembaga dalam menyediakan pendidikan bagi anak usia dini.

Ingatan lainnya adalah Puang Baji. Ibu kedua yang justru selalu “anggun”. Padanyalah bagi ratusan, kalau tak ribuan anak-anak di Cempaniga mengenal huruf dan mulai bisa bernyanyi.

Aisyiyah Camba, juga menyediakan layanan BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak). Kata ibu, kelahiran saya sepenuhnya merupakan bantuan dan pertolongan bidan di BKIA Aisyiyah itu.

Padahal, waktu kelahiran saya masa itu sudah berada larut malam. Walau demikian, bidan BKIA Aisyiyah tetap saja memberikan layanan terbaik. Hingga kemudian saya terlahir ke dunia di subuh hari.

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kepanikan ibu saya, apalagi melahirkan kali pertama. Begitupun diantar ke BKIA dengan menggunakan mobil truk, sebuah perjalanan yang tak lebih satu kilometer. Namun justru terasa panjang.

Sehingga berada di salah satu ataupun keduanya, BKIA dan TK ABA menjadikan kedekatan tersendiri. Justru hadir di BKIA adalah bagian dari permainan di masa kanak-kanak.

Sebuah lembaga atupun institusi pendidikan tak pernah mudah. Bukan saja dalam pengelolaan tetapi juga dalam pendiriannya. Ketika itu, 1981 bahkan sudah tersedia. Betapa kesadaran untuk menyediakan layanan pendidikan sudah disadari.

Masa-masa usia dini sebelum memasuki jenjang sekolah dasar. Betapa akan memberikan bantuan bagi calon murid untuk mengenal sekolah. Dimana pada awal tahun 1980-an, Camba bahkan belum mengenal sama sekali listrik. Sehingga sarana informasi tak tersedia juga.

Seingat saya, ketika kakak sepupu menjuarai perhelatan musabaqah tilawatil quran. Pulang membawa radio, dari situ kami mulai mengenal adanya perangkat radio. Begitupun pada tahun berikutnya dimana menjuarai sekali lagi kegiatan yang sama. Namun, hadiahnya lebih besar. Bukan lagi radio, tetapi televisi.

Masih segar dalam ingatan, sepupu bersua membawa bambu untuk mendirikan antena. Itu sebelum 1986. Dimana transmisi televisi dengan antena memadai melalui statisiun di Lappa Mario diresmikan Mentri Penerangan, Harmoko pada tahun yang sama dimana Argentina menjuarai laga sepak bola piala dunia.

Suatu waktu ketika maklumat belum tersebar. Justru sebaran semangat dan juga Prakarsa telah bersemayam dalam diri Aisyiyah di Camba.

Pada ibu-ibu Aisyiyah, kami menanggung beban hutang budi. Mereka telah memulai, namun pada generasi kita tidak boleh ada kata berhenti ataupun bubar.

Sayapun beranjak meninggalkan Tajo dengan keriangan tersendiri. Dimana, Aisyiyah telah menerangi bagian-bagian tertentu Camba paling tidak dengan dua hal taman kanak-kanak dan Kesehatan ibu dan anak.

Ismail Suardi Wekke
Dewan Pendidikan Kabupaten Maros